Mia meraih ponsel pintarnya. Jenuh dengan pekerjaan yang serupa siklus, tidak ada henti-hentinya. Kemudian telunjuk berhenti menyentuh layar. Matanya tertuju lurus pada sebuah nama dan foto kecil di sisinya. Ini selalu terjadi setiap kali ia membuka aplikasi chatting tersebut. Berulang kali tertegun. Berulang kali mengerjap. Berulang kali terjun ke kolam penuh memori indah dan menenggelamkan diri disana. Begitu menyentuh dasar realitas, ia menyembul dari kolam dan berenang ketepi. Continue reading
Category Archives: Bilik Kecil
As You Wish
Hati Ben sedang berbunga-bunga. Mulai dari bangun tidur, mandi, sarapan sampai gosok gigi sambil senyam-senyum. Pagi ini Ben memilih atasan kaos dan jeans warna khaki kesukaannya. Santai memang, karena hari ini akan sangat melelahkan. Selesai mematut diri, Ben kembali membaca pesan singkat dari Dika. Pujaan hati yang cukup lama ia rindukan.
“Jam sepuluhan ya, dad. Kita langsung ketemu disana aja.”
-Mommy Dika- Continue reading
Jangan Lupa Bahagia
Pantai di hadapanku saat ini tidak ada beda dengan pantai pada umumnya. Pasir putih. Halus. Sebagian sudah ada yang nyelip masuk ke dalam sandal. Cuaca terik khas kota minyak. Masih terlalu pagi untuk bertemu sunset. Continue reading
Hak Waktu
Ponselnya bisu sejak tadi pagi. Tidak ada notifikasi. Terakhir cuma pesan dari pacar, dia bilang selamat pagi dan maaf tidak bisa mengantar ke kantor karena Vice Presiden tempatnya bekerja tahu-tahu datang dari Singapure dan mengadakan meeting pagi-pagi buta. Itu saja sudah bikin nafasnya berhembus berat. Jalan ke terminal Trans Jakarta makin terasa berat. Saat terpaksa lembur sesore inipun masih terasa berat. Kepalanya juga berat. Continue reading
Jauh
Pemandangan diluar jendela selalu menarik. Bila ada waktu, kapanpun, ia akan menoleh sebentar ke jendela. Barang semenit-dua menit kemudian kembali berpijak lagi ke bumi yang ia arungi. Seperti setiap pagi dari jendela kamar indekos lantai tiga. Waktu menyibak tirai untuk memastikan apakah matahari sudah hadir. Seperti cipratan pagi yang menyilaukan sudut mata dari jendela kopaja. Sangat menarik untuk ditilik sebentar saja. Continue reading
Sistem Error
Anganku terlalu optimis. Yakin bahwa segalanya dapat berjalan dengan baik. Mengalir dengan benar dan terjadi dengan tepat. Begitu mendarat di bumi realitas, mental polos ini berguncang hebat. Betapa setiap detail semesta yang ditemui saling bertentangan satu sama lain. Walau berada di wadah yang sama. Bernaung di titik koordinat yang sama. Tapi saling menentang dengan idealisme masing-masing. Continue reading
Cinta
Cinta, senantiasa ada untuk diutarakan. Tak ayal banyak pihak yang menganggapnya butuh pengakuan. Bukan seperti itu…
Justru karena ia bukan ilmu pasti, cinta tidak butuh alasan, sebab-akibat, bahkan hierarki.
Seorang profesor bisa merasa bodoh bila cintanya tak berbalas dan narapidana sekalipun, dapat bebas lepas setelah cintanya berhasil ia ucapkan.
Hanya ini yang saya tahu tentang cinta. Masih dangkal,memang…
Errorilationship
Pandangannya tertumbuk pada sesuatu di layar ponsel. Hanya butuh sedetik untuk mengenalnya, mengenang kapan ia menuliskannya disana, bagaimana suasana hati saat menulis satu kata yang mewakili dirinya dan dia—kita—begitu ucapnya, dulu. Tisya tersenyum simpul. Menemukan dirinya dulu pernah bahagia dan berbunga-bunga. Hingga satu kata ini ia nobatkan sebagai kata ‘kita’ dalam dirinya dan diri dia disana. Continue reading
Menilaimu Dengan Bijak
Cukup lama dirinya memandang megapolitan dari ketinggian gedung lantai 18. Jutaan orang berjudi dengan keadaan. Mempertaruhkan setengah nyawa di tengah kemacetan Jakarta. Continue reading
Pergi #finalpart
Kamar Prisa selalu kosong sejak ia memutuskan untuk bekerja di Jakarta. Selama itu pula Thomas selalu menganggap keputusan Prisa hanyalah sementara. Semula begitu. Setelah mendapati kamar Prisa yang akan selalu kosong, Thomas meluruh. Bahwa Prisa sungguh-sungguh dengan keputusannya. Continue reading